Ah, kesendirian ini menyesakan dada. Malam kian larut tapi mata tiada terpejam. Kemelut hidup datang tanpa di undang. Silih berganti, mereka datang dan menumpuk.

Satu sudah pergi, eh datang lagi dua. Hidup tiada berkesudahan dengan gelombang pasang surut persoalan. Hingga tidak kuat lagi menahan gejolak asa dalam kalbu.

Karena itu biarlah kutitipkan air mata ini diujung langit. Tak kuasa menahan gejolak ombang tinggi yang menerpa hati terdalam. Tengelam dalam lautan kepedihan, kesengsaraan.

Biarlah hujan melukiskan gambaran hati yang sudah banjir. Tak urung niat melihat banjir melanda dimana-mana. Korban berjatuhan, kabarnya "penyakit" kambuhan ibukota tercinta. Tapi bagaimana dengan lokasi lain, korban gunung sinabung; manado yang tidak hanya merusakan fisik saja melainkan batin terdalam.

Lukisan kepedihan mereka tak kan pernah ada; gambaran ketakutan saat "topan" menyerah mendadak, bagaikan terdengar hukuman vonis "mati". Ditambah lagi galau hati yang terpancar pada gambar yang menyedihkan, terekpos dengan berani tanpa melihat hati.

Indonesiaku sedang bersedih! Cuaca buruk tiada prediksi. Semuanya hanya berharap dan berdoa pada Khalik agar semua bisa berlalu dan tak kembali lagi derita ini. Bolehkah kutitipkan airmataku di ujung langit? Air mata ratusan mungkin ribuan orang yang digantungkan di langit, membuat curah hujan tiada berhenti. Indonesia sedang diujung kelabu, pergantian pemimpin diera baru nanti. Siapa terpilih, siapa berjuang. Semua berlomba menjadi nomor satunya Indonesia.





Everyone deserve to get best style
www.dwirafashion.com

God bless us
BlackBerry®
Silakan pilih sistem komentar anda

Jadilah orang pertama yang berkomentar!

You've decided to leave a comment – that's great! Please keep in mind that comments are moderated and please do not use a spammy keyword. Thanks for stopping by! and God bless us! Keep Creative and Health