Entah kenapa aku kembali lagi merasa kangen. Kangen mengajar. Sudah lama pekerjaan itu aku tinggalkan. Aku jadi ingat waktu liburan semester pertama. Aku diajak ke rumah kawan ku di Rembang. Suasana di sana sangat nyaman, sepi, udara dingin dan tenang. Namun, itu membuat ku tak betah. Karena do nothing.

Apalagi keluarga kawan ku itu tergolong keluarga pendiam. Karena itu lah mungkin kawan ku jadi orang yang pendiam. Bosan, di rumah, acara televisi pun tak bisa menghibur. Mau jalan ke beberapa tempat sangat jauh. . . Sedangkan lingkungan di sana masih minim berbahasa Indonesia, yang ada bahasa Jawa. Sedangkan aku, pada saat itu masih belum memahami bahasa Jawa. Alhasil, dalam berkomunikasi hanya sebatas, wes dahar, or body language.

Suntuk dan jenuh. Kawan ku pun jadi merasa tak enak hati. Padahal itu baru hari kedua, lalu aku bertanya mengenai sekolah di daerah situ dan ternyata di lokasi tak jauh dari rumahnya ada sekolah SD. Kami pun --sebenarnya seh aku memaksa dia menemani ke sana-- ke sekolah tersebut untuk mengajar bahasa Inggris sepulang sekolah.

Kepala sekolah yang menerima kami saat itu merasa senang dan antusias. Karena SD negeri disitu masih belum ada guru bahasa Inggrisnya. Mereka menyambut usulan kami dengan semangat. Jadinya, seminggu sekali setiap jam 13.00 WIB, aku dan kawan ku mengajar bahasa Inggris.

Karena di gereja Advent di Balikpapan, aku sudah terbiasa mengajar dan menghadapi anak-anak. Hal itu sangat mudah bagi ku. Berbeda dengan kawan ku yang tak pernah berinteraksi dengan anak dan ia pun merasa gugup. Saat itu, kami mengajar kelas empat hingga enam. Materi yang kami berikan masih sebatas perkenalan.

Namun antusias anak-anak di SD tersebut sangat luar biasa. Setelah mereka pulang dan makan. Bahkan ada yang bawa bekal, karena rumahnya jauh. Saat itu, spontan anak-anak memanggil kami ibu --jelas aku tolak-- mereka saya suruh memanggil kami dengan sebutan miss Citra.

Mereka belajar dengan semangat dan selalu sabar menanti kami datang ke kelasnya untuk mengajar dan aku tak lagi suntuk. Karena tak ada pekerjaan yang tak dilakukan. Tak sampai di sana, selang mengenal kami beberapa kali dipertemuan. Tuh, anak-anak mulai bertandang ke rumah kawan ku. Pastinya membuat rumah yang dulunya sepi jadi ramai.

Orangtuanya kawan ku pun merasa senang. Ya, dikit-dikit aku sudah mulai memahami bahasa Jawa, walaupun ngak bisa ngucapin. Tapi komunikasi dua arah juga bisa. Mama kawan ku tetap pakai bahasa Jawa dan aku pakai bahasa Indonesia, namun kami sudah saling berkomunikasi.

Setiap sore, tuh anak-anak bermain di lapangan rumah kawan ku. Padahal, jarak antara satu rumah dengan rumah laennya sangat jauh. Mereka bermain petak umpet, lompat tali. Suatu ketika, aku mengusulkan kalau mau belajar bahasa Inggris di kelas kurang, ke sini aja.

Eh, berjubel tuh anak-anak pada berdatangan dan minta diajarin. Alhasil, sepulang sekolah, mereka pada datang . . . . Untuk belajar. Tak terasa dua minggu lebih berlalu. Kami pun harus balik ke Jogjakarta untuk melanjutkan kuliah. Perpisahan pun terjadi.

Yang paling lucunya, mereka meminta kami kembali secepatnya. Kami hanya tersenyum di kulum. Kami pun kembali ke Jogjakarta. Tak terasa semester dua berlalu. Kali ini, aku lebih memilih untuk ke Malang. Sedangkan kawan ku, pulang ke rumahnya.

Di sana kawan ku mengabari salah satu murid perempuan kami yang paling pintar menangkap pelajaran yang kami berikan terserang kanker otak. Aku merasa kasihan padanya. Kenapa harus orang-orang yang tak mampu selalu mendapat musibah terus menerus ya --pikir ku saat itu--. Lalu, kawan ku bilang tuh anak pengen ketemu aku. Terus terang itu membuat ku makin sedih. Pasalnya, aku tak bisa ke sana. Karena terus terang aku paling takut naik bus seorang diri. Apalagi menempuh perjalanan lebih dari tiga hingga empat jam.

Tak terasa waktu berlangsung cepat, urusan belajar, shopping, ngedate dan semuanya juga dilalui. Pada semester lima, aku dan empat kawan ku laennya dipilih untuk mengajar ekskul di SMAN. Awalnya mau ku tolak, pasalnya jauh banget. Tapi, aku dengan ketiga sahabat ku sepakat mengajar di sana. Alhasil kami berlima pergi.

Karena jarak ke Bantul tuh ngak ada yang namanya taksi atau pun apa pun --kan aku ngak bisa naik motor-- Lagi pula ngak enak minta yayank ngantarin ke sana ke mari. Dia kan juga ada kuliah dan sebagainya. Kami pun naik bus dan itu membutuhkan waktu sekitar 30 menit dengan kami pun harus berdiri.

Di sana kami mengajar selama satu tahun. Bahkan salah satu murid yang kami bimbing juara pidato. Ada rasa bangga juga seh sebagai pembimbing dan membantu memilihkan topik. Lulus kuliah, kembali ke Kota Tanjungpinang. Padahal, sebelum aku ke Jogjakarta aku hanya menetap di kota sepi --karena pertama kali datang tuh kota mank sepi-- tidak genap setahun. Lagipula, aku ngak tinggal disitu, melainkan kerja di Lagoi.

Nah, setelah itu aku mendapatkan pekerjaan sebagai kuli. Menjalani pekerjaan itu membuat ku kehilangan banyak vocabulary. Semakin cemas tak bisa lagi bahasa Inggris. Apalagi komunikasi ku dengan sahabat-sahabat mulai terputus, tak sesering dulu. Pasalnya, kesibukan kami. Mereka nelp aku di sore hari, aku dikejar deadline. Aku nelp mereka siang hari, mereka masih kerja dan jam istirahatnya dah lewat. Malam hari, tentu kami punya kesibukan sendiri. Walaupun begitu kami tetap keep in touch each other.

Lalu, aku berbincang-bincang dengan salah satu parpol di sana. Lalu, ia menerima usulan ku untuk mengajar anak jalanan dan meminjam markasnya. Eh, dia bilang dia mau membiayai semua kebutuhan anak-anak itu untuk membeli perlengkapan belajar. Alhasil, aku pun mengajar di sana. Makin lama muridnya makin banyak. Tentunya, aku ngak bisa menolak. Bahkan yang seharusnya terfokus belajar bahasa inggris, anak yang masih belum sekolah juga pengen belajar.

Alhasil, aku tak mampu menghandle itu semua seorang diri. Aku minta kawan ku membantu mengajar. Itu berlangsung setahun juga tanpa terasa. Nah, bertepatan dengan aku pindah program itu tak lagi berjalan. Karena kesibukan ku bekerja. Akhirnya, tanpa ada komando, program itu hilang dengan sendirinya.

Em. . . . sekarang aku kangen lagi mengajar. Kemana lagi ya ide-ide ku yang terkadang aneh itu muncul. Awalnya pengen ngajar anak jalanan di Tanjungpinang. Tinggal mencari tempat dan juga waktu. Ya, mudahan ASAP seh. . .

Artikel Terkait:

Silakan pilih sistem komentar anda

Jadilah orang pertama yang berkomentar!

You've decided to leave a comment – that's great! Please keep in mind that comments are moderated and please do not use a spammy keyword. Thanks for stopping by! and God bless us! Keep Creative and Health