Suatu malam, ibu kanguru sedang tertidur pulas dan dia baru saja menyakinkan bahwa anaknya, Khuung-Khuung sudah tertidur lelap di dalam kantung hangatnya. Ibu kanguru yang letih itu pun tertidur. Rupanya Khuung-Khuung pura-pura sudah tidur, saat dia melihat ibunya yang sudah tidur pulas. Dia pun diam-diam keluar dari kantung sang induk, dia pergi menjauh. Khuung-Khuung merasa ibunya terlalu memperlakukan dia seperti bayi. Ia sudah besar dan bisa melompat dan menjaga diri. Khuung-Khuung memutuskan untuk pergi mandiri dan jauh dari ibunya. Khuung-Khuung berpikir hidup mandiri dan tanpa aturan adalah hal yang menyenangkan.



Ibu kanguru terbangun dan terpana saat melihat Khuung-Khuung tidak berada di dalam kantungnya. Ia merasa sedih dan panik. Ibu khuung-khuung berteriak dan memanggil nama Khuung-Khuung, tetapi Khuung-Khuung tidak ada. Ibu pun mencari disekeliling rumah, ia tidak menemukan anaknya. Ia pun bertanya kepada tetangganya, tetapi mereka malah mencela ibu Khuung-Khuung yang bisa kehilangan anaknya. Ibu khuung-khuung pun sedih. Ia melompat dan melompat mencari anaknya, tetapi ia tidak pernah menemukan anaknya. Ia mencari ke taman bermain tetapi Khuung-Khuung tidak ada. Dia pun memutuskan mencari ke hutan. Dia berharap anaknya baik-baik saja, dia merasa kehilangan anak kesayangannya.


Disuatu tempat di dalam hutan, Khuung-Khuung panik. Dia pergi terlalu jauh. Karena pada saat Khuung-Khuung pergi pada malam hari, ia tidak bisa melihat jalan dengan baik. Karena gelap dan sekarang saat dia terbangun, dia berada di dalam hutan rimba. Khuung-Khuung ketakutan. Dia berteriak memanggil ibunya tetapi ibu tidak pernah datang. Padahal, setiap kali Khuung-Khuung memanggil ibu. Ibu tiba-tiba ada di sampingnya. Khuung-Khuung bingung harus ke arah mana untuk kembali ke arah rumahnya. Ia terus melompat dan kelelahan, kakinya masih belum terlalu kuat untuk melompat terlalu jauh. Dia pun merasa lapar, tetapi dia bingung mau makan apa, makan semak di hutan rasanya tidak enak. Dia pun merasa kehausan tetapi dimana khuung-khuung bisa menemukan sumber air minum. Dia mendengar suara-suara aneh, ternyata itu adalah sungai. Ia pun merasa senang saat mengikuti suara aneh itu. Saat hendak meminum, ia hampir saja di sambar buaya yang sudah menanti mangsa di dalam sungai. Khuung-Khuung ketakutan dan untung saja Khuung-Khuung bisa melompat jauh dan buaya itu tidak sempat memanggsanya, menghindari buaya membuat Khuung-Khuung tidak jadi minum. Lebih baik pergi saja, pikir Khuung-Khuung daripada nyawanya melayang.


Melompat tanpa arah membuat Khuung-Khuung kian tersesat di dalam hutan, dia bertemu segerombolan jerapah, tetapi mereka tidak mempedulikan Khuung-Khuung yang kebingungan. Ia pun pergi menjauhin gerombolan Jerapah yang sedang menyantap daun segar di puncak pohon. Perut khuung-khuung berbunyi kembali, ia masih lapar karena tadi makan semak hanya sedikit karena tidak enak. Khuung-Khuung kangen ibu, tetapi Khuung-Khuung tidak tahu jalan pulang ke rumah. Ia menangis dan tiba-tiba saja, Khuung-Khuung mendengar suara mengaum, tanda ada singa di dekat Khuung-Khuung. Ia pun ketakutan dan berusaha untuk menghentikan suara tangisnya. Khuung Khuung bingung harus berbuat apa, karena tiba-tiba si raja hutan itu sudah berada di depan Khuung-Khuung. “Ibu,” jerit Khuung-Khuung panik, saat si raja hutan hendak menerkamnya. Tiba-tiba, terdengar suara duk, Khuung-Khuung tidak berani membuka matanya, tetapi suara duk-duk-duk-duk dan auman singa sangat jelas sekali. Khuung-Khuung mencoba untuk membuka matanya perlahan dan melihat apa yang sedang terjadi. Betapa kagetnya Khuung-Khuung saat dia melihat ibunya sedang mencoba menendang singa itu dan singa pun dengan gesit mencoba menerkam sang ibu. Khuung-Khuung berdiri terpaku dan badannya menggigil karena takut kalau si raja hutan itu menang.


Perkelahian sengit itu terjadi hampir 20 menit dan beberapa kali raja hutan berhasil di tendang dan terjatuh. Hingga akhirnya, sang raja singa itu berhasil mencakar kaki ibu Khuung-khuung, tetapi ibu khuung-khuung tidak peduli dengan rasa sakitnya. Ia terus saja mencoba menendang singa yang sudah kelelahan itu. Akhirnya singa merasa lelah dan pergi meninggalkan Khuung-Khuung dan ibunya masuk ke dalam hutan. Khuung-Khuung segera berlari menghampiri ibunya yang sudah kelelahan dan kakinya mulai berdarah. Karena cakaran singa yang tajam itu merobek kaki sang ibu. “Ibu, terimakasih telah menyelamatkan aku,” isak tangis Khuung-khuung saat berada di dekat sang ibu. Ibu hanya memandang khuung-khuung dan jatuh pingsan karena kehabisan tenaga. Melihat itu, Khuung-khuung panik dan mencoba untuk memindahkan ibu ke tempat yang lebih teduh. Tetapi badan Khuung-Khuung yang masih berukuran kecil itu tidak bisa mengangkat sang ibu.

Khung-khung pun mencoba mencari air minum untuk diberikan kepada ibu. Dia melihat ada sebatang pohon yang memiliki lubang dan ada air yang tersimpan di dalam lubang dekat pohon dimana sang ibu jatuh pingsan. Khuung-Khuung mencoba mengambil air itu tetapi tidak pernah berhasil diantar ke ibu. Dia pun melihat daun yang besar dan mencoba untuk membawa air menggunakan daun itu. Air pun berhasil diambil dan diberikan kepada ibu. Ibu pun memandang Khuung-khuung dengan perasaan bahagia bahwa dia berhasil menemukan anaknya yang hilang. “Anakku, kemana saja kamu. Ibu kuatir, sudah dua hari kamu menghilang dan ibu mencari kamu disetiap sudut hutan rimba ini,” ujar ibu sambil memeluk Khuung-Khuung. “Maafkan Khuung-Khuung ibu, Khuung-khuung bersalah.” Si ibu pun tidak pernah menanyakan kenapa khuung-khuung pergi ke hutan. “Mari, kita pulang,” kata si ibu, masuklah ke dalam kantung ini biar kamu aman.,” ujar ibu, “Ibu tahu kamu telah mengalami hari yang buruk.”


Khuung-khuung tahu bahwa kaki ibu sedang terluka, khuung-khuung menolak masuk ke dalam kantung yang berada dekat dalamperut sang ibu. “Kaki ibu terluka, pasti ibu berjalan kesulitan. Khuung jalan disamping ibu saja,” katanya membantu si ibu berdiri. “Baiklah begitu,” ujar si ibu sambil mencoba melompat, setiap kali ibu melompat ibu merasakan sakitnya yang luar biasa, tetapi ibu tetap berjuang untuk bisa membawa anaknya pulang dengan selamat. Setelah perjalanan panjang, mereka tiba di rumah mereka yang nyaman. Khuung-Khuung pun merawat kaki ibu dengan baik, kaki ibu tidak pernah bisa sempurna, kaki ibu pincang dan hanya memiliki satu kaki. Setiap kali Khuung-khuung bersikap nakal. Ia selalu mengingat bahwa ibunya adalah seorang ibu yang berani mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan khuung-khuung. Kini khuung-khuung tidak perlu lagi berada di dalam kantung ibu. Karena kini khuung-khuung sudah besar, walaupun demikian khuung-khuung tidak pernah mau jauh dari ibu yang amat ia kasihi.



Artikel Terkait:

Silakan pilih sistem komentar anda

Jadilah orang pertama yang berkomentar!

You've decided to leave a comment – that's great! Please keep in mind that comments are moderated and please do not use a spammy keyword. Thanks for stopping by! and God bless us! Keep Creative and Health